![]() |
Ilustrasi Penangkapan Polis Gadungan. (int) |
LINTASNEWS.ONLINE, JAKARTA -- Tak selamanya perbuatan jahat itu dilakukan, pasti suatu saat akan kena batunya. Apalagi sudah memakan korban. Pihak kepolisian tak akan tinggal diam melihat dan mendengar aksi kejahatan tersebut.
Hal ini terbukti seorang pria berinisial AS memeras pekerja seks komersial (PSK) berbasis online dengan modus mengaku sebagai polisi dengan pangkat Kompol.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus yang dikutip dari Media CNN Indonesia, Kamis (18/3/2021) menjelaskan bahwa AS melakukan aksi berpakaian lengkap seperti polisi hingga memiliki kartu anggota dan mengaku berdinas di Polda Metro Jaya.
"AS melakukan pemerasan dengan sasarannya, para wanita dan juga germo yang di masuk ke media sosial, namanya michat," katanya.
AS ini dipastikan buka Anggota Polri karena diketahui telah membeli seragam polisi dari sebuah toko pakaian di daerah Senen. Sedangkan untuk kartu anggota, dibuat oleh AS secara online.
Dalam aksinya, AS lebih dulu mencari korbannya yang merupakan perempuan yang membuka pesanan prostitusi daring lewat aplikasi Michat. Setelah menemukan target, AS menghubungi korban dan meminta untuk bertemu.
AS datang dengan mengenakan pakaian seragam polisi lengkap. Ia pun melakukan penangkapan terhadap korban. Biasanya, AS akan berdalih sedang melakukan sedang penindakan terkait kasus prostitusi daring.
Menurut Yusri, Modusnya ini memesan seorang wanita melalui media online untuk BO (booking online). Nanti saat janjian di satu kamar yang bersangkutan akan datang ke sana dengan pakaian dinas lalu menangkap wanita maupun germonya.
Dalam aksinya, AS turut dibantu dua tersangka lainnya yakni ST dan KS. Keduanya berperan sebagai sopir sekaligus membantu melakukan pemerasan.
Namun, AS ternyata tak sukses merampas uang milik korbannya. Dalam aksinya, AS hanya berhasil membawa kabur ponsel milik korban.
Polisi kemudian menelusuri kasus polisi gadungan pemeras ini. Penangkapan pun dilakukan. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 368 KUHP dan atau Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman pidana maksimal sembilan tahun penjara. (red)