Iklan

Jumat, 15 Juli 2022, 14:33 WIB
Last Updated 2022-08-22T01:52:37Z
OPINIORGANISASI

Pendiri Organisasi DDI


BIOGRAFI PENDIRI ORGANISASI DDI

Darud Da'wah wal Irsyad (Arab: دار الدعـوة والإرشـاد Dār ad-Da‘wah wal-Irsyād), disingkat DDI, adalah organisasi massa Islam dari Sulawesi Selatan. DDI berawal dari pendirian Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso pada 21 Desember 1938. Lembaga ini memiliki cabang tersebar di Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, dan Kepulauan Maluku.

1. AG. KH. Aburrahman Ambo Dalle

     Gurutta Ambo Dalle dilahirkan dari keluarga bangsawan yang masih kental, sekitar tahun 1900 M, di Desa Ujung Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, sekitar 7 km sebelah utara Sengkang. Ayahnya bernama Andi Ngati Daeng Patobo dan ibunya bernama Andi Candara Dewi.

Kedua orang tua beliau memberi nama Ambo Dalle yang berarti bapak yang memiliki banyak rezeki. Diharapkan anak itu kelak hidup dengan limpahan rezeki yang cukup. Adapun nama Abd. Rahman diberikan oleh seorang ulama bernama K.H. Muhammad Ishak, pada saat usia beliau 7 tahun dan sudah dapat menghapal Al Qur’an.

Sebagai ulama, AGH. Abdurrahman Ambo Dalle banyak mengurai masalah-masalah kesufian di dalam karya-karya tulisnya. Tapi, tidak sebatas saja, melainkan hampir semua cabang-cabang ilmu agama beliau kupas dengan tuntas, seperti akidah, syariah, akhlak, balaghah, mantik, dan lain-lain. Kesemua itu tercermin lewat karangan-karangannya yang berjumlah 25 judul buku. Kitab Al-Qaulus Shadiq fi Ma’rifatil Khalaqi, yang memaparkan tentang perkataan yang benar dalam mengenali Allah dan tatacara pengabdian terhadap-Nya. Menurut Gurutta, manusia hanya dapat mengenal hakikat pengadian kepada Allah jika mereka mengenal hakikat tentang dirinya. Untuk mengagungkan Allah, tidak hanya berbekalkan akal logika saja, tapi dengan melakukan zikir yang benar sebagai perantara guna mencapai makripat kepada Allah. Meskipun harus diakui bahwa logika harus dipergunakan untuk memikirkan alam semesta sebagai ciptaan Allah swt.

Beliau wafat di Makassar pada hari Sabtu tanggal 30 November 1996, sesuai wasiatgnya semasa hidup, Gurutta dimakamkan di halaman depan Masjid Mangkoso, berdampingan dengan Gurutta HM Amberi Said dan Petta Soppeng. 


2. AG. H. Muhammad As'ad 

Nama lengkapnya adalah Muhammad As'ad bin Abdul Rasyid al-Bugisi. Anregurutta Muhammad As’ad lahir di Makkah pada 12 Rabiul Akhir 1326 H/1908 M. Ayahnya, Syekh Haji Abdul Rasyid, adalah seorang ulama Bugis yang cukup lama bermukim di Makkah, Sementara itu, ibunya bernama Hajjah Saleha binti Haji Abdur Rahman.

Ia merupakan salah seorang ulama berdarah Bugis. Tempatnya lahir dan tumbuh besar memang di luar negeri, tepatnya Makkah al-Mukarramah, Arab. Kendati demikian, dirinya memiliki jejak kiprah atau pengaruh besar di Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan. Tidak sedikit ulama Bugis yang pernah berguru kepadanya.

Sejak kecil, As’ad telah dididik dalam lingkungan islami. Hari-harinya banyak dihabiskan di Masjidil Haram, menimba ilmu dari para alim ulama setempat. Karena itu, tak heran jika dalam dirinya sudah tumbuh kecintaan akan agama. Saat berusia 14 tahun, lelaki ini telah mampu menghafal Alquran 30 juz. Pernah pula dirinya dipercaya sebagai imam shalat tarawih di Masjidil Haram.

Anregurutta Muhammad As’ad adalah pendiri As’adiyah, salah satu organisasi keislaman berhaluan ahlussunnah wal jamaah (aswaja) di Sulawesi. Selain itu, dia juga merupakan pendiri Pesantren As’adiyah yang terletak di Wajo, Sulawesi Selatan. Keilmuannya tidak diragukan lagi di kalangan ulama nusantara.

KH Muhammad As’ad juga sangat produktif dalam menulis. Buku-bukunya ditulis dalam bahasa Arab dan dan bahasa Bugis. Dakwah-dakwahnya yang dibawakan KH Muhammad As’ad dikenal moderat, mengembangkan keterbukaan, dan tidak fanatik mazhab tertentu, serta menggunakan pendekatan khazanah lokal.

KH. Muhammad As’ad wafat dalam usia yang masih sangat muda, 45 tahun, pada 1952. Namun, dia meninggalkan banyak sekali warisan yang luar biasa.

3. AG. KH. Abdul Muin Yusuf

AGH. Abd. Muin Yusuf yang populer disapa Kali Sidenreng, lahir di Rappang, 21 Mei 1920 dari pasangan Muhammad Yusuf asal Pammana Wajo dan Ibunya bernama Hatijah asal Rappang. Gurutta Kali Sidenreng adalah anak ketiga dari 10 bersaudara, dan memiliki 9 orang anak.
Salah seorang yang berperan penting memotivasi Gurutta adalah1, Puang Ngakka, sang nenek dari jalur ibu. Puang Ngakka sejak lama melihat tanda-tanda bila kemanakannya akan menjadi “panrita”. Karena itu, Puang Ngakka rela menjual tanahnya untuk membiayai pendidikan Gurutta di Makkah.

Mu’in terbilang ulama yang produktif menulis. Karyanya yang monumental adalah tafsir Al-Qur’an 30 juz, namanya Tafsere Akorang Ma’basa. Tafsir yang menggunakan bahasa Bugis dengan aksara Lontara ini berjumlah sebelas jilid. 

Tafsir Al-Qur’an tersebut mencakup munasabah ayat, asbabun nuzul, terjemah per ayat, dan penjelasan tiap-tiap ayat. Tafsir ini ditulis selama delapan tahun, dari 1988 hingga 1996. Selain tafsir ia juga menulis buku khotbah berjudul al-Khutbah al-Mimbariyah (1944) dan bukuh fiqih berjudul Fiqih Muqoron.

Karya besar lainnya adalah Pondok Pesantren Al-Urwatul Wusqa. Pesantren yang didirikan pada bulan April 1974 ini merupakan pesantren pertama di Sidrap, yang hari ini masih terus berkembang. Beliau wafat ditanah kelahiranya Rappang pada tangga 13 Juni 2004.

4. AG. H. Abduh Pabbaja

Kiai Pabbaja lahir di Allakuang, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, pada 20 Muharram 1336 H atau 26 Oktober 1918. Beliau lahir dari keluarga terpandang dan taat beragama. Ayahnya bernama Pabbaja bin Ambo Padde, seorang kepala wilayah di desa kelahirannya. Ibunya bernama Hj Latifah binti Kalando, putri seorang imam atau penghulu syarak di desa itu. Kiai Pabbaja adalah anak kelima dari sepuluh bersaudara. Pada saat kecil, kawan-kawannya memanggilnya Mamma. Setelah menjadi ulama terkemuka, umat Islam memanggilnya Kiai Pabbaja.

Kiai Pabbaja memang dikenal sebagai ulama kharismatik yang sangat dihormati umat Islam di Pare-pare dan Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Ia adalah salah seorang pendiri organisasi massa Islam Darul Dakwah Wal Irsyad (DDI). Bahkan, kiai yang dikenal memiliki pendirian tegas itu pernah menjabat sebagai ketua umum DDI periode 1955-1962.

Beberapa judul karya tulisan tersebut antara lain adalah:
1. Tafsir al-Qur’an al-Karim bi al-Lughah al-Bughisiyah
2. Tafsir Surah al-Waqi’ah
3. Mabadi’ ‘Ilm Ushul al-Tafsir
4. al-Ma’tsurat
5. al-Shalat Nur
6. al-Mau’idhah al-Hasanah
7. Adab al-Fatah
8. Mir’ah al-Nasyi’in
9. al-Nasyidah (Aghniyah)
10. al-Risalah al-As’adiyah fi Qism al-Syabab Majallah al-Manhal

 Menurut sejumlah keluarga Almarhum, ulama sepuh ini menghembuskan nafas terakhir di rumahnya di kompleks Perumahan Lapadde Mas, Parepare, Kamis, sekitar pukul 10.00 wita. Beliau dimakamkan di pekuburan Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap.

5. AG. H. Daud Ismail 

Anregurutta Haji Daud Ismail atau yang kerap disapa dengan panggilan Gurutta lahir pada tahun 1907 M di Cenrana Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Beliau merupakan putra dari dari pasangan H. Ismail dan Hj. Pompola.

Anregurutta Haji Daud Ismail adalah sosok ulama besar Sulawesi Selatan yang memiliki peran penting terhadap pengembangan syiar Islam di Sulawesi Selatan. Beliau adalah salah seorang arsitek berdirinya Datul Da’wa wal Irsyad (DDI) bersama almarhum AGH Abdurrahman Ambo Dalle dan AGH Muhammad Abduh Pabbajah serta ulama-ulama sunni Sulawesi Selatan lainnya. Gurutta Daud Ismail juga dikenal sebagai ulama ahli tafsir bahkan ia berhasil membuat tafsir (terjemahan) Al-Qur’an sebanyak 30 juz dalam bahasa Bugis
Daud Ismail mengawali pendidikannya dari kolong rumah. Di sana Gurutta mulai belajar mengaji Al-Qur’an pada orang tua kandungnya.

Anregurutta Daud Ismail menghadap ke hadirat Allah SWT dalam usia 99 tahun pada Senin 21 Agustus 2006 sekitar pukul 20.00 WITA, setelah sempat dirawat selama tiga pekan, di Rumah Sakit Hikmah, Makassar. Anregurutta Daud Ismail masih menjabat sebagai Kadhi di Kabupaten Soppeng. Selain itu amanah yang masih disandangnya adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Soppeng tahun 1993-2005.

Penulis : Muhammad Fajar 
KAMPUS STAI DDI SIDRAP