Iklan

Selasa, 26 Juli 2022, 12:22 WIB
Last Updated 2022-08-22T01:28:59Z
OPINI

Tokoh Pendiri Darud Da'wah Wal Irsyad (DDI)

BIOGRAFI PARA PENDIRI DDI

1. AGH Abdurrahman Ambo Dalle
Gurutta Ambo Dalle dilahirkan dari keluarga bangsawan yang masih kental, sekitar tahun 1900 M, di Desa Ujung Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, sekitar 7 km sebelah utara Sengkang. Ayahnya bernama Andi Ngati Daeng Patobo dan ibunya bernama Andi Candara Dewi.
Sebagai anak tunggal dari pasangan bangsawan Wajo, Gurutta tidak dibiarkan menjadi bocah yang manja. Sejak dini beliau telah ditempa dengan jiwa kemandirian dan kedisiplinan, khususnya dalam masalah agama. Bersekolah di Volk School (Sekolah Rakyat) pada pagi hari dan belajar mengaji pada sore dan malam harinya.

Selama Belajar, Ambo Dalle tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu Alquran seperti tajwid, qiraat tujuh, nahwu sharaf, tafsir, dan fikih saja. melainkan juga mengikuti kursus bahasa Belanda di HIS dan pernah pula belajar di Sekolah Guru yang diselenggarakan Syarikat Islam (SI) di Makassar.

Sebagai ulama, AGH. Abdurrahman Ambo Dalle banyak mengurai masalah-masalah kesufian di dalam karya-karya tulisnya. Tapi, tidak sebatas saja, melainkan hampir semua cabang-cabang ilmu agama beliau kupas dengan tuntas, seperti akidah, syariah, akhlak, balaghah, mantik, dan lain-lain. Kesemua itu tercermin lewat karangan-karangannya yang berjumlah 25 judul buku. AG.H. Abd. Rahman Ambo Dalle juga mengarang pedoman berdiskusi dalam Bahasa Arab, yakni kitab Miftahul Muzakarah dan tentang ilmu mantiq (logika) dalam kitab Miftahul Fuhum fil Mi’yarif Ulum. Aktivitas tulis menulis yang dilakukan oleh Gurutta kiranya tidak terlalu berat, karena panggilan untuk mengukirkan gagasan dalam kanvas sudah beliau lakoni sejak berumur 20 tahun.

Sebagai ulama yang menyimpan kharisma yang dalam, Gurutta KH. Abd. Rahman Ambo Dalle dikenal dekat dengan semua kalangan, baik santrinya maupun dengan masyarakat dan pemerintah. Pengabdiannya yang total dan kepemimpinannya yang adil, lekat di jiwa pencintanya.


Gurutta KH. Abd. Rahman Ambo Dalle berpulang dalan usia senja mendekati satu abad. Namun, tahun-tahun menjelang beliau dipanggil Tuhan, tetap dilalui dengan segala kesibukan dan perjalanan-perjalanan yang cukup menyita waktu dan tanpa hirau akan kondisi beliau yang mulai uzur. Misalnya, dalam usia sekitar 80 tahun beliau masih aktif sebagai anggota MPR dan MUI pusat. Dalam rentanya dan kaki yang sudah tidak mampu menopang tubuhnya, beliau masih sempat berkunjung ke Mekkah untuk melakukan Umrah dan memenuhi undangan Raja Serawak (Malaysia Timur), meskipun mesti digendong. Alfatihah


2. AGH Daud Ismail
Anregurutta Haji (AGH) Daud Ismail. Sosok ulama besar Sulawesi Selatan yang memiliki peran penting terhadap pengembangan syiar Islam di Sulawesi Selatan. Beliau adalah salah seorang arsitek berdirinya Datud Da’wa wal Irsyad (DDI) bersama almarhum AGH Abdurrahman Ambo Dalle dan AGH Muhammad Abduh Pabbajah serta ulama-ulama sunni Sulawesi Selatan lainnya.


Beliau Lahir di Cenrana Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng tahun 1907 M., buah perkawinan dari pasangan H. Ismail dan Hj. Pompola. Daud Ismail adalah seorang yang otodidak, sejak kecil belajar sendiri untuk mengenal aksara Lontara dan Latin. Kendati demikian, beliau juga pernah menimba ilmu pada banyak guru, baik di Soppeng (Kabupaten Soppeng) maupun di Soppeng Riaja (Kabupaten Barru), Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1942 M. ini pula Daud Ismail diangkat sebagai Imam Besar di Lalabata, Kabupaten Soppeng, sambil mengajar pada sebuah madrasah. Beliau juga pernah menjadi guru pribadi bagi keluarga Datu Pattojo, tepatnya pada tahun 1944. Karena diakui sebagai seorang ulama yang berilmu luas dan mendalam, Daud Ismail diangkat sebagai Kadhi (hakim) di Kabupaten Soppeng pada tahun 1947. Jabatan ini beliau sandang hingga tahun 1951. Kemudian antara tahun 1951-1953, beliau menjabat sebagai pegawai di bidang kepenghuluan pada Kantor Departemen Agama Kabupaten Bone. Sejak saat ini Daud Ismail telah mulai biasa disapa sebagai Anregurutta.
Gurutta Daud Ismail juga dikenal sebagai ulama ahli tafsir bahkan ia berhasil membuat tafsir (terjemahan) Al-Qur’an sebanyak 30 juz dalam bahasa Bugis. Anregurutta Daud Ismail melahirkan sebuah karya tafsir berbahasa Bugis.Upaya ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat Bugis untuk lebih mudah mengakses dan memahaminya. Terutama sekali adalah agar adanya aksara Lontara, yaitu huruf abjad bahasa Bugis, tidak lekas punah.
Anregurutta Daud Ismail memimpin Pondok Pesantren YASRIB sampai menghembuskan napas terakhirnya. Anregurutta Daud Ismail menghadap ke hadirat Allah SWT dalam usia 99 tahun pada Senin 21 Agustus 2006 sekitar pukul 20.00 WITA, setelah sempat dirawat selama tiga pekan, di Rumah Sakit Hikmah, Makassar. Anregurutta Daud Ismail masih menjabat sebagai Kadhi di Kabupaten Soppeng. Selain itu amanah yang masih disandangnya adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Soppeng tahun 1993-2005.
3. Muhammad Abduh Pabbajah
Sosok ulama Nusantara yang memiliki nama Muhammad Abduh Pabbajah ini dilahirkan pada 26 Oktober 1918 di Allakuang Sidenreng Rappang. Ia merupakan putra ke sembilan dari seorang ayah yang bernama Lapabbaja dan ibu yang bernama Latifah. Semasa kecil, Abduh Pabbajah tumbuh di lingkungan keluarga religius dan kental akan pengajaran agama Islam.
Abduh Pabbajah memulai pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat Rawa. Namun tak berselang lama, ia kemudian pindah dan melanjutkan studinya di Madrasatul Arabiyah Islamiyah (MAI), Sengkang Sulawesi Selatan dibawah asuhan AGH Muhammad As’ad. Ia belajar di tempat tersebut hingga lulus jenjang Tsanawiyah dan Aliyah.
Pada tahun 1952, Abduh Pabbajah pindah ke Parepare. Keberadaanya di Parepare langsung direkrut oleh AGH Ambo Dalle untuk menjadi pengajar di pesantren yang ia asuh yaitu pesantren Dar al-Da’wah wa al-Irsyad (DDI).
Tidak hanya itu, pada masa penjajahan Abduh Pabbajah juga ikut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Wujud perjuangan tersebut dapat dilihat dari keaktifanya dalam kegiatan organisasi Pemuda Republik Indonesia (PRI). Selain itu, pada masa awal perjuangan kemerdekaan, Abduh Pabbajah dikenal sebagai orang pertama yang mengibarkan bendera merah putih di Allakuang.
Pada tahun 1970, Abduh Pabbajah mendirikan pesantren Al-Furqan di rumahnya. Karena antusias masyarakat sangat tinggi, maka pada tahun 1977, pesantren tersebut dipindahkan ke serambi Masjid Raya Parepare supaya dapat menampung lebih banyak santri. Namun, ketika terjadi pemugaran masjid, pesantren tersebut dipindah di sebuah gedung baru di Ujung Baru Parepare.
Selama hidupnya, Abduh Pabbajah termasuk ulama Nusantara yang aktif mengabadikan ide dan pemikiranya dalam bentuk tulisan, baik melalui majalah, buletin, ataupun dalam bentuk buku, sehingga bisa dikatakan ia merupakan ulama yang produktif.
Oleh karena itu, tidak heran ditemukan berbagai karya tulisan dari ragam bidang ilmu keislaman yang telah dihasilkan oleh Abduh Pabbajah. Beberapa judul karya tulisan tersebut antara lain adalah:
1. Tafsir al-Qur’an al-Karim bi al-Lughah al-Bughisiyah
2. Tafsir Surah al-Waqi’ah
3. Mabadi’ ‘Ilm Ushul al-Tafsir
4. al-Ma’tsurat
5. al-Shalat Nur
6. al-Mau’idhah al-Hasanah
7. Adab al-Fatah
8. Mir’ah al-Nasyi’in
9. al-Nasyidah (Aghniyah)
10. al-Adzkar ‘inda al-’Asyiyyi wa al-Abkar
11. al-Risalah al-As’adiyah fi Qism al-Syabab
12. Majallah al-Manhal
4. AGH Abdul Muin Yusuf ( kali sidenreng)
AGH Abdul Muin Yusuf yang akrab dipanggil Kali Sidenreng (Qadi Sidenreng) merupakan ulama, mufassir, faqih, da’i, dan pejuang kharismatik asal Sulawesi Selatan. Tepatnya beliau berasal dari Rappang, kabupaten Sidrap, tempat Kelahiran Prof. Quraish Shihab. Kali sidenreng dilahirkan di Rappang, Kabupaten Sidrap pada 21 Mei 1920. Ayahnya bernama Muhmmad Yusuf, berasal dari Pammana, kabupaten Wajo, Sulawesi selatan. Ibunya bernama Sitti Khadijah berasal dari Rappang, Sidrap, Sulawesi Selatan.
Pada umur 10 tahun, Kali Sidenreng kecil memulai pendidikannya di Indlandsche School atau sekolah dasar di zaman belanda, dan sore hari belajar di Sekolah Muhammadiyah Sidrap, kemudian pindah ke Madrasah Ainur Rafiq besutan Syekh Ali Mathor yang merupakan kakek ulama terkemuka Prof. Quraish Shihab. Syekh Ali Mathor adalah orang pertama yang memperkenalkan dasar ilmu agama Islam kepada Anregurutta Kali Sidenreng.
Pada tahun 1971, Kali Sidenreng mulai aktif di Partai Nahdlatul Ulama. Dan tak lama kemudian, ia menjadi ketua tanfidziyah. Di bawah kepemimpinannya, NU berhasil tumbuh beserta badan otonominya, IPNU/IPPNU, GP Ansor, Fatayat NU. Pada Pemilu tahun 1971 partai NU berhasil di posisi 2 di bawah Golkar, dan Muin menjadi anggota DPRD Sidrap dari Partai NU.
Sejumlah lembaga pendidikan didirikannya sebagai media pengamalan ilmunya. Antara lain MI Nasrul Haq (didirikan 1942, sebelum berangkat ke Mekkah), Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) (didirikan setelah kembali dari Mekkah, 1949), Yayasan Madrasah Pendidikan Islam (YMPI), Sekolah Menengah Islam (SMI) kemudian berubah menjadi Sekolah Guru Islam Atas (SGIA) kemudian berubah menjadi Pendidikan Guru Agama (PGA) dan akhirnya berubah menjadi Sekolah Persiapan IAIN (SP-IAIN) hingga akhirnya ditutup tahun 1974.
Pada tahun itu juga, Kali Sidenreng mendirikan Pondok Pesantren al-Urwatul Wustqa Benteng, Sidrap yang merupakan salah satu karya besar beliau yang sudah lama dicita-citakan. Selain itu, beliau juga mensdi salah satu yang ikut menggagas berdirinya Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI).
Ketika menjabat sebaga Ketua MUI Sulsel (1985-1995), Kali Sidenreng melahirkan karya besar, berupa karya tulis yang mencerminkan bahwa dirinya memang ulama mujtahid, berupa Tafsir Al Qur’an dalam bahasa Bugis yang terdiri dari 11 jilid. Kitab ini adalah kitab tafsir berbahasa daerah yang kedua lengkap 30 juz, setelah milik Anregurutta Daud Ismail. Keduanya merupakan alumni MAI Sengkang dan murid Anregurutta Muhammad As’ad Al-Bugisi.
Sebelumnya, pada tahun 1949, pernah juga menghasilkan karya berjudul, Al-Khotbah al-Minbariyah, dan pada tahun 1953 ia menghasilkan karya Fiqh Muqaranah.
Anregurutta Kali Sidenreng dikenal sebagai sosok ulama yang ramah dan sangat sederhana. Anregurutta Abdul Muin Yusuf menghembuskan nafas terakhirnya di Rappang Sulawesi Selatan pada 23 Juni 2004
5. AGH Muhammad Yunus Martan
Anre Gurutta Haji Muhmammad Yunus Martan lahir di Wattang Desa Leppangeng Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo pada hari Jum’at 28 Muharram 1332 H, bertepatan dengan tahun 1914 M, dan beliau meninggal dunia di Makassar padari hari Selasa 22 Juli 1986, setelah menjalani perawatan di rumah sakit Islam Faisal Makassar.
Ayahnya bernama Anregurutta H. Martan, beliau adalah seorang ulama yang arif dan menguasai ilmu pengatahuan agama Islam, membuka pengajian untuk memberikan taushia kepada masyarakat Islam di Belawa. Beliau AG. H. Martan diangkat menjadi qadhi pertama waktu itu. (Qadhi artinya adalah seorang hakim yang membuat keputusan berdasarkan syariat Islam)
Anregurutta H. Martan menuaikan ibadah haji sebanyak delapan kali dan pernah tinggal di Makkah selama tuju tahun dan selama itu Ia juga dengan tekun mempelajari ilmu pengatahuan Islam pada beberapa ulama besar di Masjid al-Haram Makkah.
Setelah kembali ke tanah kelahirannya di Belawa Kabupaten Wajo, beliu menikah dengan seorang gadis bernama Isainah, dari perkawinannya itu mereka dikaruniai oleh Allah Swt seorang anak perempuan bernama I Dahalang, namun tidak berapa lama setelah kelahiran anak perempuannya, istrinya meninggal dunia.
Di tengah-tengah kesibukannya mengurus Perguruan As’adiyah dan melayani ummat, beliau tidak meninggalkan tanggung jawabnya dalam mendidik anak-anaknya, beliau hanya membimbing dengan penuh kasih sayang untuk menghargai orang lain dan akhlakul karimah dan tutur kata yang santun dan sopan.
Setelah istri pertamanya meninggal dunia, Anregurutta H. Muhammad Yunus Martan menikah kembali dengan seorang gadis dari belawa yang bernama Hj. Husna (13 tahun) pada tahun 1966 dari perkawinannya tersebut mereka dikaruniai lima orang putra putri yaitu Warda (Istri Drs. H. Husain Malik), Kafrawi, Nurul Huda, Nur Fadillah (istri Dr. Mujahid, MA) dan Iqbal.
Hj. Husna yang setia mendampingi beliau dalam suka dan duka sejak tahun 1966 M sampai beliau meninggal dunia setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar pada tanggal 22 Juli 1986 M.



Penulis : Risma
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
STAI DDI SIDRAP