Iklan

Senin, 02 Januari 2023, 12:26 WIB
Last Updated 2023-01-02T08:30:32Z
OPINI

Muktamar Mangkoso Hingga Muktamar Darussalam



LINTASNEWS.ONLINE, SIDRAP -- Sebagai organisasi yang dinamis, DDI secara rutin melaksanakan muktamar sebagai institusi tertinggi organisasi yang merupakan kelanjutan dari konferensi tahunan guru-guru MAI.

Muktamar pertama diadakan di mangkoso pada tahun 1948.muktamar ini mengesahkan susunan pengurus DDI hasil pertemuan watang soppeng tahun 1947.

Muktamar ke-2 terlaksana di pare-pare pada tahun 1949 yang dirangkaikan dengan pembukaan / peresmian pengunaan kantor pusat DDI yang berlokasi di sebelah selatan mesjid Raya pare-pare.

Muktamar ke-3 diselenggarakan tahun 1950 di Makassar dan memilih kembali Anregurutta H.Abdurrahman Ambo Dalle sebagai ketua umum didampingi oleh H.M. Ali Al – Yafie sebagai sekertaris umum.

Muktamar ke-4 terlaksana di pare-pare tahun 1952 dengan ketua umum dan sekertaris umum terpili sama dengan muktamar sebelumnya.

Muktamar ke-5 di adakan di pare-pare tahun 1953 dan meghaslkan susunan pengurus PB-DDI Periode 1953-1955 dengan ketua umum dan sekertaris umum terpilih sama dengan muktamar sebelumnya.

Beberapa bulan sebelum Muktamar ke-6, terjadi peristiwa yang menimpa Anregurutta K.H.Abdurrahman Ambo Dalle .Anregurutta diculik oleh pasukan DI/TII. Lalu muktamar ke-6 yang dilaksanakan di pare-pare pada tahun 1955.

Muktamar ke-7 diselengarakan di pangkajene Sidrap tahun 1957 yang menghasilkan susunan PB-DDI Periode 1957-1959.

Muktamar ke-8 di sawitto pinrang terselenggarakan tahun 1959.

DDI dan Dinamika Politik Praktis

Optimalisasi suara partai-partai Islam, K.H. Abdurrahman Ambo Dalle memutuskan untuk ikut pemilu 1955 dengan membentuk partai atas namanya sendiri. Pembentukan partai itu dimadsudkan untuk mengumpulkan dan memoerbanyak suara umut islam yang kemudian disalurkan kepada partai politik islam yang kebetulan menempatkan warga DDI sebagai calon anggota legislatif. 

Keikutsertaan orang-orang DDI dalam kancah politik atas namanya sendiri, bukan mewakili atau atas nama DDI secara kelembagaan. Akan tetapi, keterlibatan sejumlah tokoh DDI dalam ranah politik tersebut mulai terasa imbasnya ke dalam DDI menjelang muktamar ke-11 tahun 1969.

Dalam perkembangan selanjudnya, Gejolak Politik kembali menerpa DDI saat menghadapi pemilu 1977. Saat itu, partai politik mengalami penyerdahanaan menjadi tiga patrai politik , yaitu; Partai persatuan pembangunan , Golongan Karya , dan partai demokrasi Indonesia .

Atas dasar untuk menyelamatkan organisasi dari tekanan pemerintah yang cukup refresif, setelah melalui istikharah, akhirnya AG.H.Abdurrahman Ambo Dalle menyatakan diri bergabung dengan golongan karya dan menjadi calon anggota legislative. Meskipun keterlibatan A.G.H.Abdurrahman Ambo Dalle di Golkar atas nama pribadinya, bukan lembaga, namun tak urung sikap politik AG.H.DDI. Sikap itu dianggap sudah keluar dari tujuan perjuangan DDI. 

Akibatnya, hal itu berimbas pada keadan pondok pesantren DDI Parepare yang di pimpin langsung oleh AG.H.Abdurrahman Ambo Dalle. kampusDDI ujung lare dan ujung Baru di tinggalkan oleh santri-santri. Imbas itu juga terasa sampai di cabang-cabang. Melihat kondisi itu, AG.H.Abdurrahman Ambo Dalle merasa kecewa dan berniat pindah ke Wiringtasi , Kaltim, dan akhirnya Kaballangan Pinrang.

DDI harus dikembalikan ke Mabda’-nya. Dalam mukhtamar ke-14 tahun 1979 di parepare dicetuskan DEKLARASI UJUNG LARE yang berisi independensi DDI. Dalam deklarasi itu juga dicantumkan tentang pemakaian kembali lambing DDI yang di ciptakan oleh Anregurutta K.H.Abdurrahman AAmbo Dalle.

Dengan demikian, masalah lambing yang muncul dalam Mukhtamar ke-11 sudah terselesaikan.
Dinamika DDIpasca Wafatnya AG.H.Abdurrahman Ambo Dalle Tanggal 29 Nopember 1996 Darud Da’wah Wal Irsyad mengalami peristiwa yang cukup mempengaruhi dinamika perkembangan organisasi.

Anregurtta H.Abdurarahman Ambo Dalle, Pndiri utama DDI dan sentral figure, wafat setelah mengalami sakit karena usia tua. 

Menjelang wafatnya, DDI sempat mengalami kegoncangan internal yang menyebabkan berada dalam status quo karena berkembangannya pandangan bahwa DDI hanya sebatas usia Al-mukarram, dan pandangan lain berpendapat bahwa DDI sudah menjadi milik umat yang harus di pertahankan dan di perkembangkan terus sebagai oleh generasi muda DDI sebagai suatu amanah.

Penulis : 
Alwi Ismail
Ariyanti
Mufti Haturrahman
Muh Alfaatir
Muh Gaffar
Musnaeni
Rahmat Iqbal Cokeng